Jumat Bersarung Strategi Budaya yang Dongkrak Penjualan UMKM Sarung Batik
Kamis, 4 Desember 2025 | 08:00 WIB

LINK UMKM - Kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang mewajibkan Aparatur Sipil Negara (ASN) laki-laki memakai sarung batik atau lurik setiap Jumat mulai menunjukkan dampak ekonomi nyata bagi pelaku UMKM lokal. Surat Edaran Gubernur Jawa Tengah Nomor B/800.1.12.5/83/2025 menetapkan sarung batik sebagai bagian dari Pakaian Dinas Harian (PDH), memperkuat identitas budaya sekaligus menciptakan permintaan baru bagi industri sarung batik berbasis UMKM.
Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin menegaskan bahwa kebijakan ini tidak hanya menonjolkan identitas budaya khas Jawa Tengah, tetapi juga membuka peluang signifikan bagi UMKM. Ia menekankan bahwa sarung merupakan pakaian tradisional lintas agama dan wilayah, setara dengan peci hitam yang telah menjadi simbol identitas nasional. Pemakaian sarung batik secara rutin di kalangan ASN diharapkan meningkatkan volume pembelian dari produsen lokal, sehingga memberi dorongan langsung terhadap ekonomi kreatif berbasis tekstil di provinsi tersebut.
Aspek ekonomi dari kebijakan ini terlihat dari data ASN Pemprov Jawa Tengah per 10 September 2025. Dari total 49.877 ASN, sekitar 26.270 adalah laki-laki. Dengan asumsi 90 persen ASN laki-laki membeli dua sarung batik masing-masing seharga Rp 300.000, potensi nilai transaksi mencapai miliaran rupiah. Angka tersebut berpeluang meningkat seiring perluasan kesadaran budaya dan promosi sarung batik ke masyarakat luas. Mayoritas industri sarung batik di Jawa Tengah dijalankan oleh UMKM, sehingga kebijakan ini diproyeksikan menjadi momentum penguatan ekonomi dan stabilisasi produksi lokal.
Dosen Ilmu Politik dan Pemerintahan Universitas Diponegoro Semarang, Wahid Abdurahman, menilai pemakaian sarung batik oleh ASN memiliki dimensi budaya yang kuat dan berakar dalam tradisi masyarakat Jawa. Ia menekankan bahwa tradisi sarung tidak terbatas pada satu kelompok tertentu, melainkan dapat dipandang sebagai simbol identitas kultural yang serupa dengan batik atau peci hitam, yang telah diterima secara luas lintas suku dan agama.
Selain mendorong konsumsi, kebijakan ini memberi efek multiplier terhadap UMKM. Permintaan yang konsisten dari ASN memungkinkan pelaku usaha menyesuaikan produksi, menjaga stok bahan baku, dan meningkatkan kualitas produk. Dengan dukungan promosi melalui lingkungan kerja formal, sarung batik memiliki peluang lebih besar untuk menembus pasar retail dan ekspor, termasuk ke Eropa, Afrika, dan Asia, sehingga memperkuat posisi industri kecil Jawa Tengah di kancah global.
Kebijakan “Jumat Bersarung” menunjukkan bahwa strategi budaya dapat menjadi instrumen efektif dalam memperkuat ekonomi lokal. Implementasi yang konsisten dan didukung pembinaan UMKM, pemasaran digital, serta penyesuaian kapasitas produksi diyakini akan menjadikan kebijakan ini sebagai model integrasi budaya dan ekonomi yang berkelanjutan.
RAT/NNA



